Ketua PWI Jateng Amir Mahmud : Mahkota Bagi Wartawan Adalah Profesionalitas.
2 min read
SUARAJAVAINDO.COM.SEMARANG
Respek hanya patut kita sikapi dengan respek yang sama,artinya kalau orang menghargai kita, kita wajib sebaliknya menghargai mereka.
Antar Kepala Daerah respek diberikan dengan saling memberikan keuntungan antara satu daerah dengan daerah yang lain didalam menjalin kerja sama untuk kemajuan.
Sebagai wartawan sejatinya respek yang dibutuhkan itu adalah cobalah kita membangun penghargaan atau respek pada diri kita masing masing,” terang Ketua PWI.Jateng,Amir Mahmud,saat memberikan sambutan pada Kegiatan Orientasi Kewartawanan yang di gelar di Aula Gedung Ikhsan Balaikota Semarang, jalan Pemuda no 148 Semarang, Sabtu (10/4/2021).
Menghargai pada diri sendiri atau respek pada diri kita masing masing itu lanjutnya dilakukan dengan memartabatkan diri kita berbasis profesi yg kita emban.
Menurutnya martabat bagi seorang wartawan adalah mahkota. Mahkota bagi wartawan adalah perofesionalitas.
Profesionalitas bagi seorang wartawan adalah kondisi yg tidak bisa kita tawar tawar,” ucap Amir.
Bagaimana kita profesional kalau kita tidak membekali diri kita, antara lain dengan mengadakan kegiatan kegiatan
” Saya selalu menekan profesionalitas itu kemampuan secara teknis kita sebagai wartawan.Dengan kemampuan kita untuk mengeksplorasi hati nur’ani yang artinya kita dengan mematuhi melaksanakan etika jurnalistik.
Jadi ketika kita bisa menulis adalah wartawan yang jagoan, tidak cukup dengan itu. Wartawan yang jagoan adalah wartawan yang mampu memadukan antara kepinteran dia tentang skill, baik di dalam tulisan media cetak maupun yang lain.
Wartawan tidak cukup hanya menulis tapi mengoperasikan peralatan peralatan yang berkaitan dengan perkembangan teknologi informasi.
Saya tegaskan bahwa wartawan yang didalam menjalankan tugas dan profesinya, itu adalah mereka yang memahami hukum pers da melaksanakan kode etik jurnalistik,” ujar Ketua PWI Jateng.
Kita akan menghadapi resiko resiko ada celah sosial dan celah hukum. Celah sosial adalah manakala kita berurusan dengan orang orang atau sekelompok maayarakat yg tdk.puas dengan berita berita.
Amir menambahkan,terkait dengan aspek hukum, ketika seseorang yg merasa tidak puas terhadap pemberitaan kita lalu enggan memberikan hak jawabnya, mereka penempuh jalur hukum karena merasa nama baiknya tercemarkan, ujaran kebencian didalam bungkus berita. Itu karena kita tidak mau memahami hukum pers dan kode etik jurnalistik.
Kalau kawan kawan memilih profesi wartawan sebaiknya tanggalkanlah baju baju yang bisa memberi citra yang kurang baik. Kalau ingin menjadi wartawan yang baik yang profesional dan bermartabat, hindari baju baju yang lain lebih kita fokus pada profesi kewartawanan,” pungkasnya.
( Taufiq ).